Monday, February 14, 2011

Dialektika Taktikal Terorisme Indonesia

Ir. Ade muhammad, M, Han.
Pengamat Pertahanan dan Keamanan,



Dialektika secara lepas dan ringan dapat diartikan sebagai "peningkatan pemahaman". ada suatu teori dilawan dengan antiteori, dihasilkan sintesa. sintesa jadi teori, dilawan dengan antitesa, dihasilkan sintesa yang lebih tinggi lagi dst.
Taktis diartikan teknik dan manuver dalam menghadapi lawan.
Sehingga definisi dialektika taktis adalah "peningkatan pemahaman tentang teknik dan manuver menghadapi lawan".
pada 4 maret 2010, sore hari indonesia dikejutkan dengan serangan mendadak dari unit brimob dan den 88 polri di lokasi Desa Bayu dan Desa Iboeh Tunong di Kecamatan Seulimum serta di Desa Teladan, Kecamatan Lembah Seulawah. kemudian yang lebih mengejutkannya lagi, jatuh korban di pihak brimob dan densus, Bribda Darmansyah dan Bribda Henri Kusumo, merupakan anggota Brimob Polda Aceh. Satu korban tewas lainnya yaitu Bribtu Boas Waosir berasal dari Densus 88.
Bahkan sampai tanggal 5 maret, kelompok teroris diakui masih bisa menahan serbuan polisi dengan menguasai choke point yang dapat di monitor dari dataran tinggi dan merekapun mempunyai peralatan yang diakui cocok untuk tugas itu (kemungkinan sniper rifle atau senapan mesin). alhasil sel utama rombongan teroris dapat segera menghilang ke hutan. sementara itu disusul oleh tim pelindung mereka akhirnya dapat dilumpuhkan oleh tim penyerbu densus 88 dan brimob, setelah sukses menahan serbuan awal tersebut. Total yang ditangkap oleh polri adalah 19 orang.
Dari sini dapat dilihat, bahwa "sel pandeglang" yang lolos dan melakukan konsolidasi di sel aceh sudah mampu melakukan taktik penghadangan dengan baik. ini tentunya tidak lepas dari dialektika taktikal mereka dari pengalaman yang sebelumnya berhadapan dengan pasukan polisi di berbagai kesempatan kontak senjata.
ada beberapa kemungkinan mereka sudah mempelajari dan memahami serta mengembangan taktik yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Jika kita melakukan analisis swot pada polisi secara sederhana sebagai pisau analisis, kemungkinan kita juga akan paham mengapa ada fenomena seperti yang terakhir terjadi, peningkatan efektifitas taktik penghadangan untuk melindungi tim inti lolos.
Dari sisi strenght ; 
a. Dana kuat, b. Legitimasi negara, c. Dilatih khusus untuk CQB (close quarter battle atau Pertempuran Jarak Dekat) dalam skenario perang kota
Dari sisi weaknesses : 
a. Tidak dilatih perang hutan, b. Terjadi fenomena “stove piping” (tidak berkomunikasi dengan badan keamanan lain, tidak harmonis hubungan), c. Tidak disenangi masyarakat secara umum (dilihat kejadian kejadian beberapa waktu terakhir polisi memang nampak bermasalah dengan masyarakat)
Dari sisi opportunity : 
a. Terorisme merupakan musuh bersama, b. Keinginan negara negara maju untuk membantu indonesia, c. Keinginan untuk memperkuat civil society sehingga polisi dianggap sebagai alat keamanan dari civil society
Dari sisi threats ; 
a. Serangan spektakuler, b. Potensi gangguan pada pelayaran di selat malaka, c. Serangan kombinasi, “rope a dope” a la mohammad ali (serangan primer diselubungi dengan serangan sekunder / tipu daya), d. Serangan masif atau bersifat serentak.
Dari analisis sekilas diatas, dapat disimpulkan bahwa polri masih mempunyai beberapa kelemahan yang bisa di eksploitir. Misalnya pada kelemahan untuk perang hutan, ini disikapi dengan memindahkan pangkalan teroris di daerah tepi hutan. Ini saja membuat polri kehilangan unsur pendadakan, karena jauhnya rute transportasi umum ke daerah yang pastinya harus melewati beberapa ruas atau titik masuk. Yang kemudian kemungkinan para teroris sudah mempersiapkan pos pos kecil untuk melakukan pengamatan anti pengamatan (counter surveillance) dan jika diperlukan dapat di lakukan regrouping untuk melakukan tindakan penghadangan (ambush), sementara ini “membeli waktu” (buying time) bagi para sel inti teroris di pangkalan untuk segera kabur (base evacuation). Apalagi dengan pemahaman, bahwa polisi tidak akan segera bekerjasama dengan pihak TNI yang sudah hafal luar kepala tiap sentimeter tanah Aceh. Mereka melakukan penghadangan dengan sangat baik.
Dalam bentuk potensi, ini belum lagi mereka memainkan skenario tipu muslihat mulai dari serangan serentak sampai serangan tipuan. Semisal mereka ingin meyakinkan kehadiran mereka terkuat adalah aceh, namun kenyataan mereka sudah mendirikan “pangkalan aju” di daerah cikini untuk menghantam Presiden Obama dengan serangan mortir. Atau kombinasi serangan yang “murah meriah” lainnya. Apalagi ketidak harmonisan Polri dengan TNI sangat terasa meskipun saling dibantah oleh kedua institusi.
Sebagai tambahan ada perbedaan filsafat operasi counter terrorist dari unsur polisi dan militer. Jika polisi, tidak boleh jatuh korban, baik dari pihak tawanan, polisi penyerang maupun sang teroris. Jika ada satu saja korban dari 3 unsur tersebut, maka operasi di anggap gagal. Karena semua unsur tersebut harus bisa tampil dalam pengadilan yang akan diselenggarakan menyusul insiden terorisme itu. Jadi semisal, dalam kasus temanggung raid, pada tanggal 7 september 2009 lalu, sebenarnya sudah dalam kategori gagal, karena teroris gagal di “flush out” (dipaksa keluar) atau dilumpuhkan dengan serangan CQB presisi tinggi. Namun yang terjadi adalah adegan pembantaian, yang mengakibatkan tewasnya teroris di kamar mandi.
Sementara dalam operasi counter terrorist militer, tujuan akhirnya adalah menumpas dalam artian membunuh setiap teroris yang diserbu, meskipun mengorbankan semua personel militer yang menyerbunya. Kecuali ada perintah yang berbeda, misalnya sengaja menawan atau menculik tokoh kunci untuk diminta keterangan intelijen.
Baik CT polisi dan militer keduanya memerlukan prajurit khusus yang berkemampuan dan keterampilan tinggi, dengan kemampuan emosi yang stabil dan panjang akal dalam lapangan.
Jadi dari sisi filsafat ini dikombinasi dengan dialektika taktis dari terorisme ini, penyerbuan polisi yang kemarin sebenarnya dapat disimpulkan sebagai sebuah kegagalan taktikal. Pahit mungkin terasa, namun ini pelajaran yang sangat berharga, untuk menyelamatkan banyak nyawa dikemudian hari.
Demikian semoga tulisan ini bermanfaat.




No comments:

Post a Comment