Wednesday, January 4, 2017

The Threat of Indonesia Security in 2017

The Threat of Indonesia Security in 2017
By David Raja Marpaung

Various types of security threats to hit Indonesia in 2017, the threat of domestic faced today include a network of drug dealers, gangs armed separatist, communal conflict and national disintegration. While the threat coming from abroad in the form of a border conflict, espionage, cyber war, proxy war, terrorism, and transnational crime

Law No. 3 of 2002 on National Defense Article 4 states that the threat is every business and activities, both from domestic and abroad who rated endanger the country's sovereignty, territorial integrity, and safety of the entire nation. From these formulations can be concluded that there is a danger that may even have occurred and brought the accident (disaster, misery, loss) for the nation and the State

In the defense and security dimension, terrorism is a real threat that has caused many casualties, mental terror and financial losses. Densus 88 National Counter Terrorism Agency (BNPT) also has developed and implemented de-radicalization programs and cons radikalisasi.Walaupun result of de-radicalization program is still not up to expectations, but the establishment of the Forum Coordination prevention of terrorism (FKPT) as part of counter-radicalization has given new hope as an emphasis on preventive measures to curb terrorism.

National Police Chief Gen. Tito Karnavian explained in 2015 there were 82 cases of terrorism in Indonesia, including the foiled terror attack plans and unpredictable terrorist arrested. While in 2016, there were 170 cases of terrorism, including the foiled.

Exclusive and radical groups, most of which are a group sympathetic to the movement of ISIS, dominating the acts of terrorism in Indonesia. Genesis in Thamrin, Jakarta, Solo, Medan, Tangerang, and Samarinda, as well as preventive action by Detachment 88 in Majalengka, South Tangerang, Batam, Ngawi, Solo, Payakumbuh, Deli Serdang and other cities shows that the issue of terrorism in 2016 is still very strong , It is of course still affect the security situation in 2017.

Acts of terrorism expected to remain strong in 2017. The weakening of the radical group ISIS in Syria and Iraq due to pressure from international groups estimated it will shift the power of ISIS to other regions. Some figures ISIS coming from Southeast Asia, especially Indonesia will show its existence in order to show off his power and influence.

Another threat related to the above is the reverse flow of ISIS sympathizers of the Syrian citizen. The possibility of the reverse flow can go directly to Indonesia and then forming cells of terror groups or transit in other places like Mindanao to set up the power there. Based on information from the Head of the Special Detachment 88 Antiterror Brigadier Edi Hartono, more than 600 citizens of Indonesia join the fight in Syria. About 500 people have returned to Indonesia.

Terrorist groups in Indonesia are not incorporated in one organization, but rather spread or devided. Most of supports ISIS, such as JAD (Jammah Ansarud Daulah), and partially supports Jabhat nusrah, especially from groups of former JI pro Al-Qaeda

In addition to terrorism, acts of intolerance enough attention in 2016. Events like Tolikara and Tanjung Balai in 2016 to watch out so as not to be a model that will occur in 2017 with a different place. Space is more freely to the sectarian and radical groups should be limited. Assertiveness government against sectarian groups tend to be intolerant and radical that is expected to prevent the seeds of terrorism in Indonesia.

Ancaman Keamanan Indonesia di Tahun 2017


Ancaman Keamanan Indonesia di Tahun 2017
Oleh David Raja Marpaung

Berbagai jenis ancaman keamanan mengancam Indonesia pada 2017, ancaman dari dalam negeri yang dihadapi saat ini antara lain jaringan pengedar narkoba, gerombolan separatis bersenjata, konflik komunal, dan disintegrasi bangsa. Sementara ancaman yang berasal dari luar negeri berupa konflik perbatasan, spionase, cyber war, proxy war, terorisme, dan kejahatan lintas negara
UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara pasal 4 menyebutkan bahwa ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Dari rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat bahaya yang mungkin atau bahkan telah terjadi dan mendatangkan kecelakaan (bencana, kesengsaraan, kerugian) bagi bangsa dan Negara

Dalam dimensi pertahanan dan keamanan, terorisme merupakan ancaman nyata yang telah menimbulkan banyak korban jiwa, teror mental dan kerugian finansial. Meskipun Densus 88 telah mampu menangkap dan menembak mati sejumlah para teroris, namun terorisme sampai saat ini masih tetap eksis dan menjadi suatu ancaman dengan modus operandinya merubah-rubah sasaran aksinya.Selain Densus 88 kini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pun telah membuat dan melaksanakan program deradikalisasi dan kontra radikalisasi.Walaupun hasil program deradikalisasi ini masih belum sesuai harapan, namun pembentukan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) sebagai bagian dari kontra radikalisasi telah memberikan harapan baru sebagai langkah yang menekankan pada pencegahan untuk meredam terorisme.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian menjelaskan pada tahun 2015 ada 82 kasus terorisme di Indonesia, termasuk rencana serangan teror yang digagalkan dan terduga terorisnya ditangkap. Sementara tahun 2016, ada 170 kasus terorisme, termasuk yang digagalkan. Kelompok eksklusif dan radikal, yang sebagian besar adalah kelompok yang bersimpati terhadap gerakan ISIS, mendominasi aksi terorisme di Indonesia. Kejadian di Thamrin-Jakarta, Solo, Medan, Tangerang, dan Samarinda, serta aksi pencegahan oleh Densus 88 di Majalengka, Tangerang Selatan, Batam, Ngawi, Solo, Payakumbuh, Deli Serdang dan kota lainnya menunjukkan bahwa isu terorisme di tahun 2016 masih sangat kuat. Hal ini tentu saja masih mempengaruhi situasi keamanan di tahun 2017.


Aksi terorisme diperkirakan masih kuat di tahun 2017. Melemahnya kelompok radikal ISIS di Suriah dan Irak akibat tekanan dari kelompok internasional diperkirakan justru akan menggeser kekuatan ISIS ke wilayah lain. Beberapa tokoh ISIS yang berasal dari Asia Tenggara terutama Indonesia akan menunjukkan eksistensinya guna pamer kekuatan dan pengaruhnya.

Ancaman lain terkait hal tersebut di atas adalah adanya arus balik WNI simpatisan ISIS dari Suriah. Kemungkinan arus balik tersebut bisa langsung menuju Indonesia kemudian membentuk sel-sel kelompok teror atau transit di tempat lain seperti Mindanao untuk menyiapkan kekuatan di sana.  Berdasarkan informasi dari Kepala Detasemen Khusus 88 Antiteror Brigadir Jenderal Edi Hartono, lebih dari 600 warga Indonesia ikut bertempur di Suriah.  Sekitar 500 orang telah kembali ke Indonesia.

Kelompok teroris di Indonesia tidaklah tergabung dalam satu organisasi, melainkan menyebar atau terpecah.Sebagian mendukung ISIS, seperti JAD (Jammah Ansarud Daulah), dan sebagian mendukung Jabhat Nusrah, terutama dari kelompok-kelompok eks Jamaah Islamiyah yang pro Al-Qaidah

Selain terorisme, aksi intoleran cukup menyita perhatian di tahun 2016. Kejadian seperti di Tolikara dan Tanjung Balai pada tahun 2016 harus diwaspadai agar tidak menjadi model yang akan terjadi di tahun 2017 dengan tempat yang berbeda. Ruang gerak yang lebih leluasa kepada kelompok sektarian dan radikal perlu dibatasi. Ketegasan pemerintah terhadap kelompok-kelompok sektarian dan radikal yang cenderung intoleran diharapkan dapat mencegah bibit terorisme di Indonesia.