Wednesday, September 9, 2015

Wajah Baru Militer Jepang




Wajah Baru Militer Jepang
Oleh David Raja Marpaung[1]

Pemerintah Jepang di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Shinzo Abe mengalokasikan anggaran belanja pertahanan mencapai 42 miliar dollar AS atau setara hampir Rp 530 triliun untuk tahun 2015. Jumlah ini merupakan yang terbesar sejak Jepang berdiri. Menteri Pertahanan Jepang yang baru, Jenderal Nakatani mengatakan anggaran pertahanan terbesar itu diperlukan untuk menghadapi 'situasi yang berubah' di sekitar Jepang.

Kenaikan jumlah anggaran yang fantastis ini tidak terlepas dari potensi konflik Jepang dan Tiongkok yang terlibat dalam sengketa wilayah, terutama di gugus Kepulauan Senkaku, menurut penamaan Jepang, atau Diaoyu, menurut versi Tiongkok. Selain itu, faktor  Korea Utara yang kerap kali melakukan uji coba rudal juga menjadi pertimbangan Jepang menaikkan anggaran pertahanannya

Walaupun secara definitive, Jepang tidak memiliki institusi militer yang bersifat offensive (mengingat sejak kekalahan mereka di Perang Dunia II, Jepang mendapatkan perlindungan militer dari Amerika), namun Jepang kini termasuk dalam 10 besar Negara di dunia yang memiliki kekuatan militer terbesar. Menurut Global Firepower, urutan Negara dengan kekuatan militer terbesar pada 2015 adalah Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, India, Inggris, Perancis, Jerman, Turki, Korea Selatan, dan terakhir Jepang.

Buku Putih Pertahanan Jepang

Buku Putih Pertahanan yang baru saja dikeluarkan Pemerintah Jepang menjadi
perhatian banyak pihak karena secara jelas menempatkan Tiongkok sebagai sumber
ancaman.

Kementerian Pertahanan  Jepang menegaskan bahwa Jepang sedang  menghadapi lingkungan keamanan yang  semakin memburuk akibat peningkatan  aktivitas militer di kawasan yang dilakukan  negara-negara tetangganya, dan karena itu  Jepang harus meningkatkan kemampuan  keamanannya. Perubahan lingkungan strategis,
kemajuan pesat kekuatan dan teknologi  militer Tiongkok, program rudal dan nuklir  Korea Utara merupakan faktor-faktor yang  mendorong upaya amandemen Konstitusi  Jepang.

Perubahan interpretasi atas  konstitusi Jepang telah memperluas hak  mempertahankan diri Jepang sehingga  memungkinkan militer Jepang untuk  menjalankan tindakan-tindakan yang selama  ini dilarang berdasarkan Pasal 9 Konstitusi  Jepang. Dengan reinterpretasi ini, kekuatan  militer Jepang akan dimungkinkan untuk  terlibat mempertahankan sekutu yang  sedang diserang. Reinterpretasi ini juga  memungkinkan Jepang untuk berperan lebih  besar dalam aliansinya dengan Amerika  Serikat (AS) yang selama ini sangat terbatas.

Keputusan pemerintahan Abe pada  untuk mencabut embargo senjata  yang mereka terapkan juga akan berpengaruh sekali. Jepang telah menerapkan embargo yang melarang  negaranya untuk melakukan penjualan  persenjataan ke negara lain sejak tahun 1976. Dengan dicabutnya larangan ekspor  persenjataan tersebut, Jepang saat ini dapat  melakukan transfer sistem persenjataan  dan teknologi militer kepada negara-negara  sahabatnya dan juga dapat melakukan kerja  sama pengembangan sistem persenjataan. Hal ini tentunya dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia, bila mampu melihat dengan jeli kebijakan ini sebagai sebuah kesempatan memperkuat kemampuan teknologi dan persenjataan militer.









,


[1] Email: davidrajamarpaung@gmail.com

No comments:

Post a Comment