Wajah Baru Militer Jepang
Oleh David Raja Marpaung[1]
Pemerintah
Jepang di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Shinzo Abe mengalokasikan anggaran
belanja pertahanan mencapai 42 miliar dollar AS atau setara hampir Rp 530
triliun untuk tahun 2015. Jumlah ini merupakan yang terbesar sejak Jepang
berdiri. Menteri Pertahanan Jepang yang baru, Jenderal Nakatani mengatakan
anggaran pertahanan terbesar itu diperlukan untuk menghadapi 'situasi yang
berubah' di sekitar Jepang.
Kenaikan
jumlah anggaran yang fantastis ini tidak terlepas dari potensi konflik Jepang
dan Tiongkok yang terlibat dalam sengketa wilayah, terutama di gugus Kepulauan
Senkaku, menurut penamaan Jepang, atau Diaoyu, menurut versi Tiongkok. Selain
itu, faktor Korea Utara yang kerap kali melakukan
uji coba rudal juga menjadi pertimbangan Jepang menaikkan anggaran
pertahanannya
Walaupun
secara definitive, Jepang tidak memiliki institusi militer yang bersifat offensive
(mengingat sejak kekalahan mereka di Perang Dunia II, Jepang mendapatkan
perlindungan militer dari Amerika), namun Jepang kini termasuk dalam 10 besar Negara
di dunia yang memiliki kekuatan militer terbesar. Menurut Global Firepower,
urutan Negara dengan kekuatan militer terbesar pada 2015 adalah Amerika
Serikat, Rusia, Tiongkok, India, Inggris, Perancis, Jerman, Turki, Korea
Selatan, dan terakhir Jepang.
Buku Putih Pertahanan Jepang
Buku Putih Pertahanan
yang baru saja dikeluarkan Pemerintah Jepang menjadi
perhatian banyak pihak
karena secara jelas menempatkan Tiongkok sebagai sumber
ancaman.
Kementerian Pertahanan Jepang menegaskan bahwa Jepang sedang menghadapi lingkungan keamanan yang semakin memburuk akibat peningkatan aktivitas militer di kawasan yang dilakukan negara-negara tetangganya, dan karena itu Jepang harus meningkatkan kemampuan keamanannya. Perubahan lingkungan strategis,
kemajuan pesat kekuatan
dan teknologi militer Tiongkok, program
rudal dan nuklir Korea Utara merupakan
faktor-faktor yang mendorong upaya
amandemen Konstitusi Jepang.
Perubahan interpretasi
atas konstitusi Jepang telah memperluas
hak mempertahankan diri Jepang sehingga memungkinkan militer Jepang untuk menjalankan tindakan-tindakan yang selama ini dilarang berdasarkan Pasal 9 Konstitusi Jepang. Dengan reinterpretasi ini, kekuatan militer Jepang akan dimungkinkan untuk terlibat mempertahankan sekutu yang sedang diserang. Reinterpretasi ini juga memungkinkan Jepang untuk berperan lebih besar dalam aliansinya dengan Amerika Serikat (AS) yang selama ini sangat terbatas.
Keputusan pemerintahan
Abe pada untuk mencabut embargo senjata yang mereka terapkan juga akan berpengaruh
sekali. Jepang telah menerapkan embargo yang melarang negaranya untuk melakukan penjualan persenjataan ke negara lain sejak tahun 1976.
Dengan dicabutnya larangan ekspor persenjataan
tersebut, Jepang saat ini dapat melakukan
transfer sistem persenjataan dan
teknologi militer kepada negara-negara sahabatnya
dan juga dapat melakukan kerja sama
pengembangan sistem persenjataan. Hal ini tentunya dapat dimanfaatkan oleh
Pemerintah Indonesia, bila mampu melihat dengan jeli kebijakan ini sebagai
sebuah kesempatan memperkuat kemampuan teknologi dan persenjataan militer.
,
No comments:
Post a Comment