Urgensi dan Pandangan
Pembentukan Komponen Cadangan
Oleh David Raja Marpaung
A. Latar Belakang Pembentukan Komponen Cadangan
Bagi Pemerintah Indonesia, pembentukan Komponen Cadangan
merupakan kebutuhan mendesak yang tidak bisa ditunda dengan dua alasan utama: Pertama,
amanat konstitusi yakni pasal 27 dan 30 UUD’45, serta UU No.3/2002 tentang
Pertahanan Negara, yang didalamnya
tertera sistem pertahanan semesta (sishanta) telah menjadikan pembentukan
sebuah komcad sebagai sebuah “keharusan legal”. Kedua, karakter ancaman yang makin kompleks (non-traditional threat). Draft RUU Komponen Cadangan sendiri mulai dimulai Departemen Pertahanan
sejak tahun 2003. Sebagai bentuk keseriusan Pemerintah, maka Presiden
mengeluarkan Keppres No.8 Tahun 2006 tentang Hari Bela Negara yang
diperingati setiap 19 Desember.
Konsekuensi dari Sistem Pertahanan
Keamanan Semesta membuat semua komponen terlibat dan terpadu dalam sistem, yang
semua subsistem harus berfungsi mendukung sistem. Tidak berfungsinya salah satu
subsistem akan mengganggu bekerjanya sistem. Dalam hal ini Sishankamrata, yang
penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga
negara. Urgensi penyiapan adalah agar sistem itu dapat berfungsi sewaktu-waktu,
karena komponen cadangan tersebut tidak bisa disiapkan secara tiba-tiba
Fenomena komponen cadangan sebenarnya bukanlah hal yang baru, bahkan
sudah jamak di seluruh dunia. Namun,
sebelum menetapkan kebijakan tentang komponen cadangan, ada beberapa hal yang
harus dilakukan:
1. Pemerintah perlu Menganalisa Komponen Utama
saat ini dan berapa jumlah Back-Up yang dibutuhkan.
2. Pemerintah harus menegaskan apakah tujuan dari
pembentukan komcad. Apabila untuk kondisi perang, maka logika tersebut bisa diterima
3. Kompensasi bagi warga negara yang bersedia
mengikuti Komcad juga harus jelas (transparan dan akuntabel)
Sebelum memuliai mengkritisi, Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan
Pertahanan Nasional (KPCN), ada baiknya menelaah penyelenggaraan komponen
cadangan di negara lain.
B. Penyelenggaraan Komcad di Beberapa Negara
Dilihat dari segi terminologi, penggunaan istilah cadangan atau reserve cukup beragam. Amerika Serikat dan Inggris, misalnya, menggunakan istilah reserve untuk
menyebut seluruh komponen cadangan pertahanan nasional masing-masing. Tetapi
kedua negara tersebut masih membagi national
defense reserve mereka menjadi dua komponen: (1) regular forces; dan
(2) reserve forces. Nuansa perbedaannya adalah apabila regular forces
terdiri dari tentara yang bekerja secara permanen, maka reserve forces terdiri dari tentara yang bekerja secara temporer
dengan jangka waktu yang dinegosiasikan.
Kanada menggunakan
istilah militia untuk menyebut komponen cadangan mereka; sedangkan India
dan Filipina menyebut dengan istilah paramilitary. Penggunaan istilah
yang berbeda ini memiliki alasan politis, karena di ketiga negara tersebut
komponen cadangan digunakan terutama untuk tugas-tugas counter-insurgency (mengatasi
separatisme Quebec, Moro dan Kashmir). Dalam kaitannya dengan RUU Komponen
Cadangan Nasional kita, perlu ditekankan perlunya untuk menghindari penyamaan
istilah komponen cadangan (reserve)
dengan milisi atau paramiliter agar motivasi-motivasi politik dapat dihindarkan.
Dilihat dari segi mekanisme
Perekrutan terdapat dua pola pengangkatan komponen
cadangan nasional yang umum dilakukan negara-negara seperti Inggris, AS,
Canada, India, Filipina maupun Jamaica. Cara pertama adalah enlistment,
yaitu pewajiban bagi mereka yang memenuhi syarat kesehatan, dan lainnya. Cara
kedua adalah rekrutmen melalui pendaftaran secara sukarela.
Dari segi
Organisasi , Amerika Serikat
dan Inggris membagi komponen cadangan nasional sangat spesifik. Di AS, komponen cadangan nasionalnya
terdiri dari: (i) Marine Reserve Force; (ii) Naval Reserve Force; (iii) Air
force Reserve; (iv) US Coast Guard Reserve; (v) US Army Reserve; serta (vi)
Army National Guard; dan masing-masing komponen mempunyai code of conduct sendiri. Sementara Inggris membagi komponen
cadangan nasionalnya menjadi: (i) the Reserve of Army; (ii) Royal Navy Reserve;
(iii) Royal Marine Reserve; dan (Royal Auxiliary Air Force Reserve. Mayorits komponen cadangan nasional berada di bawah
otoritas Kementerian Pertahanan (Ministry of Defense). Namun di India Paramilitary Forces berada di bawah otoritas Departemen Dalam Negeri (Department of Home Affairs) yang sekaligus menunjukkan bahwa mereka diarahkan untuk melaksanakan
tugas-tugas counter-insurgency.
Dilihat dari Tugas dan Fungsi, kebanyakan negara memfokuskan tugas komponen
cadangan untuk menghadapi ancaman eksternal; Untuk AS, tugas menghadapi ancaman
internal hanya dapat dilakukan US Coast Guard Reserve dan Army National Guard.
Dilihat dari subyek, hampir semuanya
mempunyai subyek tunggal yakni komponen cadangan manusis (human resource). Sementara itu, RUU kita
memiliki dua macam subyek yakni manusia dan sumberdaya lainnya yang dibutuhkan untuk menunjang operasi militer. Hal ini perlu
mendapat catatan khusus karena penggunaan benda sebagai subyek hukum
penyulitkan pengontrolan/monitoring penggunaan benda-benda tersebut Untuk keperluan
pertahanan negara.
C. Pandangan Terhadap Konsep Komponen Cadangan di Indonesia
Dalam konteks pembahasan RUU Komponen Cadangan di Indonesia, masih
terdapat beberapa hal yang perlu diperdebatkan, antara lain permasalahan teknis,
pengaruh terhadap hubungan sipil-militer, serta mekanisme komplain bagi warga
negara.
C.1 Permasalahan Teknis
Melihat perbandingan regulasi dan operasionalisasi di negara lain, maka
terdapat permasalahan teknis-operasional RUU di tataran pengelolaan Komcad
dalam beberapa aspek, antara lain:
Mekanisme Perekrutan. Permasalahan terletak pada dikotomi wajib atau
sukarela. Menurut Pasal 21 ayat 1.RUU Komcad, wajib komcad hanya
berlaku bagi PNS, buruh, mantan anggota TNI/Polri, dan tenaga ahli. Sementara,
bagi warga di kelompok tersebut berlaku status sukarela. Permasalahan muncul terkait status “sukarela” tersebut karena tidak
diatur dalam RUU. Selain itu, apa yang
mendasari buruh ikut menjadi wajin, karena unsure lainnya merupakan aktor
negara yang menerima gaji dari APBN.
Status. Permasalahan status bergulir seputar status kombatan/non-kombatan. Status kombatan pada komcad perlu dipikirkan
kembali, terkait dengan peran dan fungsi mereka. Pemberian status kombatan akan
menghilangkan prinsip impunitas personil komcad, yang mungkin tidak memiliki
peran bantuan tempur sekalipun. Persamaan status dan
kesejahteraan personil Komcad dengan anggota
TNI sebagai komponen utama akan merendahkan moril komponen utama mengingat
mekanisme perekrutan personil komcad
Latihan dan Mobilisasi. Persoalan terletak pada mekanisme latihan bagi
personil komponen cadangan. Pasal 9 ayat 1 RUU Komcad menyebutkan bahwa syarat
personil komcad ialah telah mengikuti latihan dasar kemiliteran. Latihan ini
tentunya tidak cukup untuk menjadikan personil komcad memiliki status kombatan
dan dapat masuk ke tiga matra angkatan. Perlu ada latihan menengah atau canggih
kemiliteran yang dapat meningkatkan kompetensi teknis personil komcad hingga
minimal setaraf personil TNI reguler. Kedua, waktu mobilisasi komcad belum
diatur melalui mekanisme perundangan, seperti misalnya, UU mobilisasi dan
demobilisasi.
Permasalahan lainnya adalah saat komcad dimobilisasi untuk operasi militer selain perang (OMSP). Banyak
kalangan menilai kebijakan semacam ini akan cenderung menciptakan konflik
horizontal dalam masyarakat oleh karena komcad yang dapat berstatus militer dan
sipil sekaligus. Meski demikian, banyak pula yang mempermasalahkan perihal
komcad yang digunakan dalam operasi militer perang (OMP). mengingat kompetensi komcad yang serba terbatas dari sisi teknis
kompetensi tempur
.
Rumusan komprehensif mengenai komcad dari unsur non-manusia yang hingga kini belum
tersedia. Padahal, potensi komcad non-manusia lebih besar untuk direalisasikan guna
meningkatkan kapabilitas pertahanan Indonesia daripada komcad manusia.
C.2. Hubungan Sipil Militer
Tidak dapat dipungkiri, sebagian kalangan masyarakat, khususnya
organisasi masyarakat sipil (CSO), cenderung menilai komcad dengan perasaan
khawatir. Terdapat kekhawatiran bahwa komcad berpotensi menjadi pintu bagi TNI
untuk masuk ke dalam ranah sipil. Dengan kata lain, komcad dianggap sebagai
upaya militerisasi sipil. Fenomena ini dapat berujung pada konflik horizontal
dalam masyarakat antara kelompok sipil-komcad dan kelompok sipil lainnya. Bila
disederhanakan, sebagian kalangan menilai komcad justru akan cenderung
memperburuk hubungan sipil-militer yang selama 12 tahun terakhir berusaha untuk
diperbaiki, terlepas dari manfaat komcad itu sendiri bagi sistem pertahanan Indonesia.
Pertama, CSO menilai bahwa komcad selain dinilai tidak memiliki akar
dalam UUD 45, juga secara moralitas ditolak karena bertentangan dengan
alasan-alasan humaniter. Penolakan Mahatma Gandhi terhadap penerapan komcad
(sebuah eufimisme dari wajib militer) di India pada dekade 1920-an menjadi
salah satu contohnya. Kedua, keberadaan pasal yang mewajibkan PNS untuk
bergabung dalam komcad memberi indikasi kuat ke arah militerisasi birokrasi dan
masyarakat. Ada kesan bahwa nilai-nilai militeristik merupakan hal positif
untuk diinternalisasi dalam kultur birokrasi di Indonesia melalui penerapan
komcad. Padahal, jajaran birokrasi bertujuan untuk melayani kepentingan
masyarakat sipil secara optimal. Ketiga, sipil menilai bahwa TNI masih
memiliki banyak permasalahan internal untuk ditangani. Akan tetapi, hal ini
menjadi agak janggal ketika TNI yang di satu sisi belum mampu secara optimal
menyelesaikan permasalahan itu, namun di sisi lain akan diberikan wewenang
melatih, membina, dan mendidik komcad yang direkrut dari sipil. Tentunya hal
ini menjadi kekhawatiran ketika komcad akan mengalami permasalahan serupa
dengan yang dialami oleh TNI sebagai komput.
C.3. Mekanisme Komplain bagi Warga Negara
Komisi Tinggi HAM
Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN High Comission for Human Rights) mengeluarkan
resolusi penolakan terhadap wajib militer melalui resolusi 1998/77. Conscientious
Objection dapat diartikan
sebagai penolakan seseorang kepada wajib militer berdasarkan kepercayaan
(believe). Penolakan ini juga terkait mengenai kebebasan untuk berpikir, hati
nurani, dan beragama (freedom of thought, conscience, and religion)
Terkait dengan
isu diatas, RUU Komcad belum mengatur mekanisme komplain warga negara yang
digunakan untuk tujuan tidak tepat, serta apabila terjadi tindak kekerasan atau
pelanggaran di dalam masa bakti Komcad.
Berdasarkan Prinsip
demokrasi, maka mekanisme komplain ini dimungkinkan sebagai bentuk kontrol negara terhadap
unsure-unsur pemerintah dan institusi di bawahnya. Termasuk aktor-aktor yang
bertugas mengurus pertahanan negara.
Bagi negara-negara
yang memiliki peraturan tentang adanya wajib militer, maka PBB merekomendasikan
untuk memberikan bagi warga yang menggunakan Conscentius Objection dengan berbagai
dinas pengganti seperti ikut melayani kepentingan public, kerja sosial, dan
lainnya.
D. Langkah Apa yang dapat Diambil?
Rencana
Pemerintah untuk membentuk Komponen Cadangan pertahanan dapat diterima, akan
tetapi harus ada penjelasan dari pemerintah tentang tujuan serta “blueprint” dalam pengelolaannya.
Harus dipikirkan
kembali efek dari komcad terhadap
komponen utama. Apakah nantinya bias berakibat positif atau negatif. Perlu juga
dilihat efek dari penyatuan tugas dari Komponen utama dan komponen cadangan.
Secara prinsipil,
sebuah kebijakan pemerintah tidak hanya memikirkan kepentingan negara, namun
kepentingan hak-hak dasar warga negara juga harus terpenuhi. Oleh karena itu
perlu dibuat mekanisme concentious
objection dan alternatif bagi warga yang tidak mengikuti
komcad, seperti kerja sosial, magang di instansi pemerintah, dsb
RUU Komponen
Cadangan juga membuka peluang
terjadinya penyalah gunaan wewenang terkait penguasaan sumber daya non manusia
mengatasnamakan pembentukan komponen cadangan. Dikhawatirkan pula pembentukan
Komcad akan memperkuat kembali komando territorial, hal ini bertentangan dengan
UU No. 34 tahun 2004 yang memandatkan restrukturisasi komando territorial.
Hal-hal yang
dapat dilakukan aktor negara dalam memperbaiki RUU Komcad:
1.
Pengadopsian nilai-nilai
HAM, dan kejelasan status
concentious objection
2.
Penekanan bahwa
penggunaan Komcad sebagai last resort
3. Sebelum Undang-Undang ini disyahkan, sebaiknya pemerintah menyelesaikan
reformulasi doktrin dan postur pertahanan, membuat UU keamanan nasional sebagai
referensi operasional Komcad
No comments:
Post a Comment