Thursday, August 3, 2017

Perkembangan Kerjasama Korean Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KFX-IFX)

Perkembangan Kerjasama Korean Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KFX-IFX)
Oleh David Raja Marpaung

Indonesia dan Korea Selatan saat ini sedang menjalin kerjasama dalam pengembangan pesawat tempur yang dikenal sebagai Korean Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KFX-IFX). Seri KFX-IFX setara dengan jet tempur tipe F-18 Super Hornet,Eurofighter Typhoon, hingga Dessault Rafale. Hal yang sangat menarik dalam kerjasama ini ialah adanya “sharing cost” dimana Indonesia hanya mengerluarkan dana sebesar 20% dari total pembiayaan US$ 8 miliar atau 111,52 triliun rupiah.

Ini bukanlah kerjasama militer pertama antara Indonesia dan Korea, Pada tahun 2011, pemerintah Indonesia sudah menandatang kontrak pembelian 3 unit kapal selam DSME-209 dari Korea Selatan dengan nilai kontrak sekitar $1.1 Miliar.Kapal selam DSME-209 yang juga sering disebut Improved Changbogo adalah varian kapal selam U-209 yang dilisensi Korea Selatan dari Jerman. Dari 3 unit kapal selam yang dipesan Indonesia ini, 2 unit akan dikerjakan di Korea Selatan dan 1 unit akan dikerjakan di PT PAL Indonesia

Berdasarkan peraturan Presiden tentang program pengembangan pesawat tempur IF-X dibagi menjadi tiga tahap,yaitu: tahap pengembangan teknologi, tahap pengembangan rekayasa serta manufaktur dan tahap produksi. Tahap pengembangan teknologi merupakan tahapan untuk membangun prasayaratan operasional, identifikasi teknologi, dan desain konfigurasi Pesawat Tempur IF-X

Dalam tahap pengembangan rekayasa serta manufaktur akan dimulai dengan pembuatan desain awal, desain detail sampai prototipe, pengujian dan sertifikasi, sedangkan pada tahap terakhir merupakan tahap pembuatan pesawat tempur.76tahap tersebut akan diikuti oleh pihak ahli teknologi Indonesia dan Korea Selatan. Meskipun dalam proyek ini, Indonesia hanya mengeluarkan dana sebanyak 20% dari total biaya yang diperkirakan anak mencapai US$ 6-8 Miliar.

Tahap pertama telah dilakukan sesuai sesuai jadwal yang semestinya selesai pada akhir tahun 2012, namun pada tahun 2013-2014 yang semestinya telah dilajut pada tahap pengembangan rekayasa serta manufaktur mengalami penundaan yang dilakukan oleh pihak Korea Selatan melalui pengumuman resmi DAPA (Defense Acquisition Program Administration), lembaga Korea yang mengurus kebijakan pengadaan system pertahanan Korea.

Pada akhir tahun 2015, Kerjasama ini telah dilanjutkan kembali dengan memasuki tahap kedua dimana Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia mengatakan telah mengirim 200 lebih teknisi untuk membuat design di Korea Selatan. Dengan melihat adanya penundaan maka kemungkinan pengembangan tahap kedua akan berlanjut hingga 2019, sehingga sertifikasi akan dilakukan 2-3 tahun, lalu masuk ke tahap operasional pada tahun 2028.



No comments:

Post a Comment