Perkembangan Kerjasama Korean Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KFX-IFX)
Oleh David Raja Marpaung
Indonesia dan Korea Selatan saat ini sedang menjalin kerjasama
dalam pengembangan pesawat tempur yang dikenal sebagai Korean Fighter
Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KFX-IFX). Seri KFX-IFX setara dengan
jet tempur tipe F-18 Super Hornet,Eurofighter Typhoon, hingga Dessault
Rafale. Hal yang sangat menarik dalam kerjasama ini ialah adanya “sharing cost”
dimana Indonesia hanya mengerluarkan dana sebesar 20% dari total pembiayaan
US$ 8 miliar atau 111,52 triliun rupiah.
Ini bukanlah kerjasama militer pertama antara Indonesia dan Korea, Pada tahun 2011, pemerintah Indonesia sudah menandatang kontrak pembelian 3
unit kapal selam DSME-209 dari Korea Selatan dengan nilai kontrak sekitar $1.1
Miliar.Kapal selam DSME-209 yang juga sering disebut Improved Changbogo
adalah varian kapal selam U-209 yang dilisensi Korea Selatan dari Jerman. Dari 3
unit kapal selam yang dipesan Indonesia ini, 2 unit akan dikerjakan di Korea Selatan
dan 1 unit akan dikerjakan di PT PAL Indonesia
Berdasarkan peraturan Presiden tentang
program pengembangan pesawat tempur IF-X dibagi menjadi tiga tahap,yaitu:
tahap pengembangan teknologi, tahap pengembangan rekayasa serta manufaktur
dan tahap produksi. Tahap pengembangan teknologi merupakan tahapan untuk
membangun prasayaratan operasional, identifikasi teknologi, dan desain
konfigurasi Pesawat Tempur IF-X
Dalam tahap pengembangan rekayasa serta manufaktur akan dimulai
dengan pembuatan desain awal, desain detail sampai prototipe, pengujian dan
sertifikasi, sedangkan pada tahap terakhir merupakan tahap pembuatan pesawat
tempur.76tahap tersebut akan diikuti oleh pihak ahli teknologi Indonesia dan Korea
Selatan. Meskipun dalam proyek ini, Indonesia hanya mengeluarkan dana
sebanyak 20% dari total biaya yang diperkirakan anak mencapai US$ 6-8 Miliar.
Tahap pertama telah dilakukan sesuai sesuai jadwal yang semestinya
selesai pada akhir tahun 2012, namun pada tahun 2013-2014 yang semestinya telah
dilajut pada tahap pengembangan rekayasa serta manufaktur mengalami
penundaan yang dilakukan oleh pihak Korea Selatan melalui pengumuman resmi
DAPA (Defense Acquisition Program Administration), lembaga Korea yang
mengurus kebijakan pengadaan system pertahanan Korea.
Pada akhir tahun 2015, Kerjasama ini telah dilanjutkan kembali dengan
memasuki tahap kedua dimana Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia
mengatakan telah mengirim 200 lebih teknisi untuk membuat design di Korea
Selatan. Dengan melihat adanya penundaan maka kemungkinan pengembangan
tahap kedua akan berlanjut hingga 2019, sehingga sertifikasi akan dilakukan 2-3
tahun, lalu masuk ke tahap operasional pada tahun 2028.
No comments:
Post a Comment