Tuesday, August 9, 2016

Kebijakan Maritim Era Kokowi



Kebijakan Maritim Era Jokowi

Oleh David Raja Marpaung

(email:davidrajamarpaung@gmail.com)


Kebijakan geopolitik maritim merupakan sebuah kebijakan yang potensial dan  paling komprhensif  bagi Indonesia untuk dikembangkan. Kebijakan ini di dasarkan  pada asumsi negara bahwa wilayah maritime merupakan kekuatan nasional selain aspek wilayah daratan.

Kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh Jokowi dengan munculnya kebijakan  poros maritimnya yang menunjukan keciri khas orientasi model kebijakan luar negeri Indonesia di era Jokowi. Dengan bertumpu pada akses berbatasan langsung dengan  Samudra Hindia dan Samudra Pasifik membawa Jokowi ingin mengembalikan Indonesia kepada identitas semula yakni sebagai negara kepulauan dengan basis budaya maritim wawasan nusantara disertai dengan segala kepemilikan potensi maritim terhadap 17.000 pulau lebih yang dimiliki Indonesia.

Kebijakan politik luar negeri Indonesia di era Jokowi terlihat jelas dari lembar  visi dan misi pada halaman ke 6 yang sudah bahwa orientasi kebijakan politik luar  negeri Jokowi pada geopolitik maritim. Konsep ini mengadopsi teori geopolitik Alfred  Thayer Mahan sebagai pelopor orientasi maritim yang membuktikan bahwa kekuatan  laut merupakan instrumen negara untuk menguasai dunia dalam paradigma geopolitik maritim. Terbukti dengan pengelola
an laut yang baik oleh Amerika Serikat sebagai orientasi kekuatan sumber ekonomi dan pertahanan negara dimasa itu.

Keseriusan Jokowi untuk mengkapitalisasi potensi maritim nasional didukung  oleh terbentuknya Badan Keamanan Laut melalui Instruksi Presiden no 178 tahun 2014 serta terbentuknya Kementrian Koordinator Bidang Maritim dan Sumberdaya RI sesuai  Inpres nomor 10 tahun 2015. Terbentuknya dua intansi tersebut yakni Kementrian  Koordinator Bidang Maritim yang membawahi empat kementrian yakni Kementrian ESDM, Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kementrian Pariwisata, Kementrian Perhubungan.

Arah kebijakan politik luar negeri Jokowi membawa Indonesia memasuki abad  “geopolitics”. Konsep ini didasarkan pada transformasi sifat negara yang libensraum, dimana setiap negara berlomba memperebutkan kekuasan dominasi baik negara kecil
maupun negara besar dalam spasial dunia. Pendekatan ini mengacu pada hubungan  keseluruhan antara politik dan geografi, ekonomi dan secara khusus berkaitan dengan  kebijakan politik luar negeri suatu negara. Knox Paul bahwa “is the state ‘s power to  control space and territory and shape foreign policy of individual states and international political relations.”

Berhubungan dengan batas laut Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau namun yang  terdaftar di PBB baru 13.466 dan dari 92 pulau terluar Indonesia ada 31 pulau  yang tidak berpenghuni. Dengan kondisi ini, Indonesia harus terlibat sengketa wilayah laut dengan beberapa negara ASEAN termasuk Tiongkok, Australia, India, Palau, Timor Leste yang sampai  saat ini dari semua sengketa tersebut belum ada kesepakatan secara resmi untuk semua  jenis sengketa baik sengketa laut territorial, laut ZEE dan landasan kontinen.
Realitas ini tidak bisa dipungkiri tentunya akibat letak geopolitik Indonesia sebagi negara pulau. Berbicara tentang pengaruh geopolitik ini menjadikan salah satu sebab sengketa antar negara. Geopolitik menyangkut struktur negara, bentuk negara, sehingga menjadikan  negara tersebut meng ambil kebijakan luar negerinya berdasarkan realitas fisik negaranya. Kondisi harus disikapi dengan baik oleh pemerintah dalam level  global governance agar isu ini menjadi fokus bersama .




No comments:

Post a Comment