Tuesday, March 10, 2015

Tantangan Kebijakan Luar Negeri Indonesia di 2015

Tantangan Kebijakan Luar Negeri Indonesia di 2015
Oleh David Raja Marpaung

Kebijakan politik luar negeri yang berazaskan a thousand friends and zero enemy (seribu teman dan tanpa musush) selama sepuluh tahun terakhir, menimbulkan banyak sekali masalah yang tidak terselesaikan di zaman Susilo Bambang Yudhoyono. Pemerintah yang lalu tampaknya enggan untuk memperjuangkan masalah pelanggaran HAM yang dialami Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di beberapa negara terutama Malaysia dan Arab Saudi, masalah patok perbatasan, masalah illegal fishing, people smuggling, dan lain seabagainya.

Era transisi di bawah Jokowi membuat daya tarik tersendiri, terutama azas atau platform yang akan dipakai kabinetnya dalam menjalankan kebijakan luar negeri, setidaknya untuk lima tahun mendatang. Apakah Pemerintahan jokowi melalui menteri luar negeri akan bersikap lunak dan mengalah seperti pendahulunya, atau akan bertindak tegas dan keras, serta membela setiap kepentingan nasional, terutama perlindungan terhadap warga negara.

Tantangan utama yang masih akan dihadap Pemerintahan Jokowi adalah masalah hukum yang mendera TKI di berbagai negara. Saat ini lebih dari 250 TKI terancam hukuman mati dan tinggal menunggu eksekusi, terbanyak di Arab Saudi dan Malaysia. Belum terlihat langkah advokasi atau standar operasional yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam melindungi warga negaranya di luar negeri. Anggaran yang diajukan untuk pembelaan hukum di Kementerian Hukum selama ini diketahui sangat minim. Bahkan perlindungan TKI sepertinya bukan menjadi salah satu prioritas utama. Politik anggaran mau tidak mau harus dilakukan dan merubah paradigma seutuhnya dalam masalah perlindungan TKI.

Masalah kedua ialah terkait sparatisme di Papua. Mau tidak mau diakui, masalah ini sudah bagaikan duri dalam daging selama dua dekade terakhir. Bahkan banyak polkitisi di negara Inggris, Australia, Belanda yang berkomentar atau berani mengambil tindakan terkait isu ini, Dihaapkan Jokowi tidak mengedepankan politik pencitraan yang dilakukan pendahunya. Normalisasi hubungan Jakarta Papua, serta pelaksanaan otonomi khusus dihaapkan benar-benar dilaksanakan.

Masalah ketiga yakni diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015. Dapat dikatakan mayoritas warga Indonesia belum siap menghadapi persaingan bebas di tingkat regional pada 2015, diperlukan penyikapan khusus dalam hal ini. Bagaimanapun masih dibutuhkan nomenklatur khusus untuk melindungi industri dan tenaga kerja dalam negeri dalam menghadapi pesaingan MEA di 2015.

Masalah keempat ialah terkait sengketa Laut Tiongkok Selatan. Selama ini sikap indonesia terhadap konflik ini seakan malu-malu kucing, bahkan tidak jelas walaupun situasi kian memanas di wilayah Ini. Walaupun tidak memiliki wilayah di Laut Tiongkok Selatan, namun konflik di wilayah ini akan berefek langsung pada Indonesia. Harus ada grand design terhadap posisi Indonesia di kawasan laut Tingkok Selatan yang harus dinyatakan pemerintah secara resmi.

Masalah kelima ialah terkait kebijakan eksekusi mati dari warga negara asing di Indonesia. Salah satu ketegagangan yang sudah terjadi adalah antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Brazil dan Australia. Tantangan terhadap dipolomasi damai atau bebas aktif mendapat tantangan serius dalam hal ini.


No comments:

Post a Comment