Tuesday, October 11, 2011

STRUKTUR KEAMANAN PADA PEMEKARAN OTONOMI DAERAH

STRUKTUR KEAMANAN PADA PEMEKARAN OTONOMI DAERAH
Workshop Evaluasi Pemekaran Wilayah III - PSIK - DPD RI
Selasa, 11 Oktober 2011
Ir. Ade Muhammad, M.Han

PENDAHULUAN

Pemandangan “Jendela Pecah” dalam sebuah komunitas, dalam sebuah riset ternyata menimbulkan rangsangan sosial untuk berbuat kriminal. Ini disebut teori “Broken window”[1] hasil penelitian dari JAMES Q. WILSON (Harvard) dan GEORGE L. KELLING (JFK school Harvard) kemudian menjadi populer di Amerika dan kemudian benar benar diterapkan secara efektif di Eropa. Ini adalah contoh dari fenomena Community Based Crime Prevention[2] yang telah lama dijadikan Strategi Umum dalam menekan kriminalitas dengan merangsang persepsi sosial dari kuatnya keamanan disatu komunitas[3].  

Lebih jauh lagi Community Based Prevention ini memang sangat terkait dan membutuhkan Desentralisasi Pemerintahan. Karena kekuatan Kepolisian harus mempunyai keterkaitan secara langsung, fisikal maupun emosional dengan komunitas komunitas yang ada. Kemudian wilayah yang terdesentralisasi ini dapat memelihara sendiri unit Polisi dari segi finansial, kontrol publik maupun kontrol pemerintahan lokal. Sehingga semua aspek dalam pemahaman teritorial kepolisian dapat terpenuhi.

Fenomena di Indonesia adalah bahwa benar ada Otonomi Daerah, yang seharusnya menghasilkan tingkat kriminalitas yang rendah, namun kenyataannya tidak menurunkan angka kriminalitas.
Faktanya Indonesia dari tahun 2000 – 2009 mempunyai rating skor 8.9 untuk kasus pembunuhan dan masuk pada golongan IV dari VI golongan tingkat keparahan kasus kejahatan pembunuhan dunia[1]. Dengan rating terkecil yaitu Eslandia dengan golongan I dan rating skor 0.00 (sudah termasuk percobaan pembunuhan).
Kemudian juga tidak menurunnya tingkat kriminalitas nasional secara umum, lihat Figure 1[2].
Figure 1 Jumlah TIndak Pidana Menurut Kepolisian Daerah 2007-2009

LATAR BELAKANG
Dari Fenomena Indonesia tersebut, muncul dua pertanyaan yaitu:
1.       Bagaimanakah strukturnya Penyebabnya?
2.       Bagaimana struktur Keamanan dalam Desentralisasi yang benar?
Sebelum melangkah menjawab semua ini, ada baiknya untuk melihat sedikit latar belakang fenomena Otonomi Daerah yaitu Desentralisasi setidaknya secara filosofi.
Pengertian Filosofi Negara Demokrasi[1] adalah menggunakan 3 prinsip utama yaitu : Bottom Up, Desentralistik dan Transparan. Ini adalah melawan prinsip utama non Demokratik yaitu: Top Down, Sentralistik dan tidak Transparan.
Sementara menurut definisi Desentralisasi[2] adalah
noun
1. sistem pemerintahan yg lebih banyak memberikan kekuasaan kpd pemerintah daerah;
2. penyerahan sebagian wewenang pimpinan kpd bawahan (atau pusat kpd cabang dsb);
-- fungsional pengakuan adanya hak pd seseorang atau golongan untuk mengurus hal-hal tertentu di daerah; -- kebudayaan pengakuan adanya hak pd golongan kecil dl masyarakat untuk menyelenggarakan kebudayaan sendiri di daerah; -- politik pengakuan adanya hak mengurus kepentingan rumah tangga sendiri pd badan politik di daerah yg dipilih oleh rakyat di daerah tertentu.
Kemudian untuk melakukan bedah analisis, digunakan alat alat analisis berupa:
1.       Analisa PESTEL, sebuah metode analisis dengan menganalisa dan mempertimbangkan faktor faktor makro yang mempengaruhi objek analisa. Analisa PESTEL terdiri dari analisa Politik, Ekonomi, Sosial, Teknologi, Environment dan Legal.
2.       Analisa SWOT, adalah sebuah metoda analisis dengan menganalisa Keunggulan – Kelemahan Internal objek analisa dan juga Ancaman serta Kesempatan yang mengelilingi objek analisa tersebut.
3.       Analisa Berpikir Sistem[3], adalah sebuah metoda analisis dengan menggambarkan 4 hal: Lingkar alur Sebab Akibat, Persediaan dan Aliran, Non Linearitas dan Konsep Tunda waktu. Analisa berpikir sistem ini (System’s Thinking) akan menentukan pada saat nanti dihitung pada simulasi lanjutannya (System Dynamics), sebelum akhirnya diambil sebuah kebijakan atau rancangan sistem yang baru. Ini sangat berguna untuk memahami fenomena sosial yang kompleks dan dinamis. Dimana dengan System Thinking ini dapat dicapai sebuah desain sistem sosial atau pemerintahan yang mempunyai kemampuan “Organisasi yang Belajar”.
4.       Disini kita akan menelaah Keamanan Daerah Pemekaran Otonomi Daerah dengan menggunakan sebuah Struktur Generik dari Pertahanan[4], sebagai dasar dari struktur Keamanan Daerah.
Figure 2 Generic Defense System
Dr. Ir. Muhammad Tasrif – ir. Ade Muhammad, M.Han
Research Thesis; Redesigning the Structure of RI’s Defense System ; An analysis of System’s Thinking

ANALISIS
Analisa PESTEL
Faktor Faktor
Penjelasan tiap Faktor
Politik
- Konflik Politik secara fisik terutama saat PILKADA[1]
- Manageble nya money politics[2]
- Hancurnya tataruang[3]
- Instabilitas dan potensi gejolak tinggi[4]
- Kepolisian dibawah langsung Presiden
- Desentralisasi Indonesia: Pusat à Daerah à SubDaerah
- Desentralisasi Standar : Pusat à Daerah
Ekonomi
- Tergantung Finansial pada Pusat[5]
- 124 Kabupaten 70% lebih APBD untuk biaya belanja pegawai[6]
- Kabupaten Lemah dan tidak punya skala ekonomis[7]
- Manageble nya money politics[8]
- Kecenderungan Korupsi tinggi di Kabupaten Kota[9]
Sosial
- Kapasitas lokal rendah[10]
- SDM Keamanan pusat kuat namun kurang[11]
- Masalah sosial tinggi yang sebenarnya bisa ditangani oleh adat, tapi hukum adat cenderung tidak diakui atau dilaksanakan secara efektif[12]
- Alienisasi sosial untuk daerah “daerah terluar”[13]
Teknologi
- Infrastruktur transportasi, telekomunikasi, energi minim
- Penguasaan teknologi rendah
- Jarak logistik teknologi jauh (utk yg jauh dari Jakarta)
Environment
- Konflik kepentingan penguasaan SDA antara Provinsi dan Kabupaten[14]
- Rusaknya Lingkungan Hidup
- Global Warming, perubahan cuaca dan iklim
Legal
- Masalah hukum yang kompleks[15]
-  UU No. 22 tahun 1999 Otonomi Daerah
-  UU No. 32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah, pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah otonom baru[16]
-  UU No. 25 tahun 1999 Hub Keu Pusat – Daerah


Analisa SWOT Keamanan Pemekaran
Strenght / KEKUATAN
Weaknesses / KELEMAHAN
- Respons keinginan Daerah untuk Desentralisasi pada Reformasi
- Public Support tinggi
- Good Will Politik tinggi

- SDM kapasitas rendah
- SDA terlalu kecil skala ekonomi
- Tumpang tindih hukum Nasional, Perda Prov dan Perda Kabupaten/Kota pemekaran
- Dianggap gagal
- Masih Sistem Sentralistik secara hakikat
- Potensi gangguan keamanan yang tinggi, karena ketidak puasan pada Pusat dan konflik horizontal akibat kurangnya kegiatan ekonomi
- Kapasitas aparat keamanan yang minim, kendali yang terlalu jauh, penguasaan teritorial yang luas
- Tendensi pelanggaran HAM aparat pusat yang cukup tinggi
- Persepsi Aparat Keamanan Pusat pada wilayah terluar yang umumnya curiga pada warga lokal
Opportunities / KESEMPATAN
Threats / ANCAMAN
- Reformasi 1998
- Partisipasi Publik Tinggi
- Dukungan Internasional untuk Capacity Building
- Penelitian tentang sistem Otda dari berbagai institusi sebagai masukan
- Potensi Separatisme
- Potensi dan tindak Kriminalitas karena basic needs
- Potensi dan tindak Konflik Horizontal karena kondisi sosial, politik dan ekonomi yang buntu-
- Desain Politik kembali ke Sentralistik


 Graphical Analysis dan System Thinking



Figure 4 Struktur Keamanan Pemekaran Otonomi Daerah
Oleh Ir. Ade Muhammad, M.Han
Analisa gambaran struktur Keamanan Otonomi Daerah:
Threats (Ancaman) akan selalu mengganggu à Local Security Stability (Stabilitas Keamanan Lokal) àsehingga Pemerintah Lokal akan memerlukan Strategy à dari situ akan muncul Desired Operation (Operasi yang diinginkan) à dari situ akan muncul lagi Operation (setelah mengalami beberapa penyesuaian seperti anggaran, sdm dsb) à tujuan operasi ini untuk menanggulangi Threats (Ancaman).
Potential Threats (Potensi Ancaman) adalah sumber laten untuk menambah à Threats (Ancaman).
Potential Threats (Potensi Ancaman) adalah sumber laten untuk menyerang à Local Security Stability (Stabilitas Keamanan Lokal).
Strategy diperlukan untuk menjalankan à Desired Operation (Operasi yang diinginkan) à dari situ akan muncul lagi Operation (setelah mengalami beberapa penyesuaian seperti anggaran, sdm dsb) untuk mengisi à Gap (antara yang diinginkan dan fakta yang ada).
Strategy diperlukan untuk menjalankan àDesired Operation (Operasi yang diinginkan) àOperation dari situ akan muncul lagi à Gap (antara yang diinginkan dan fakta yang ada) àkemudian akan mempengaruhi pembuatan Strategy baru.
Vision (Visi) dari Pemerintah Pusat atau Daerah diperlukan àuntuk memecahkan kebuntuan dalam menegakkan Local Security Stability (Stabilitas Keamanan Lokal)


Figure 5 Struktur “Solusi Holistik ”Keamanan Pemekaran Otonomi Daerah

Analisa gambaran struktur “Solusi Holistik” Keamanan Otonomi Daerah:
Vision (Visi) harus dikeluarkan untuk menjadi arah baru kemana kita menuju, untuk itu Visi pada Otonomi ini ada dua yaitu : 1. Otonomi Pada Provinsi dan 2. Polisi dibawah Gubernur à  ini akan memberikan otoritas yang bertanggung jawab pada Local Security and Stability (Keamanan dan Stabilitas Lokal)
Vision (Visi) 1. Otonomi Pada Provinsi dan 2. Polisi dibawah Gubernur à menjadi sebuah Political Agenda (Agenda Politik) àkemudian menghasilkan New Laws (Police under Governor + Autonomy on Province) (Hukum Hukum baru : UU Polisi dibawah Gubernur + UU Otonomi pada Propinsi)à Integrated Development Plan (Rencana Pembangunan yang Menyeluruh) àdst
Local Security and Stability (Keamanan dan Stabilitas Lokal) àakan mempunyai sejumlah Preparation Plan (Rencana Persiapan) à Kemudian akan menghasilkan sejumlah Input and Information (Masukan dan Informasi) yang akan banyak bermanfaat pada à Political Agenda (Agenda Politik) yang sudah mempunyai Visi untuk solusinya à kemudian akan menghasilkan New Laws (Police under Governor + Autonomy on Province) (Hukum Hukum baru : UU Polisi dibawah Gubernur + UU Otonomi pada Propinsi) sebagai payung hukum perubahan dan dari sini dapat dikembangkan à sebuah Integrated Development Plan (Rencana Pembangunan yang Menyeluruh)  àsalah satunya adalah program Regional Integration (Penyatuan Regional), artinya menyatukan kembali yang sudah dipecah pecah atas nama pemekaran à Stock Law Enforcer (Stok Penegak Hukum) otomatis akan terisi, dengan Kepolisian yang sudah didistribusi dan ditambah kemungkinan besar untuk mengambil orang lokal sebagai penegak hukum àini akan memperbaiki kondisi Politics (Politik) àdan akibatnya akan membuat kondusif Environment (Lingkungan) à yang akan memperlancar Operation (Operasi) àuntuk menanggulangi Threats (Ancaman) àyang akan mempengaruhi Local Security and Stability (Keamanan dan Stabilitas Lokal).
Local Security and Stability (Keamanan dan Stabilitas Lokal) à Preparation Plan (Rencana Persiapan) à ini akan memberikan Input and Information (Masukan dan Informasi) ke à Political Agenda (Agenda Politik) sehingga dari sini akan muncul à paket pembaharuan berupa New Laws (Police under Governor + Autonomy on Province) (Hukum Hukum baru : UU Polisi dibawah Gubernur + UU Otonomi pada Propinsi) sebagai payung hukum perubahan dan dari sini dapat dikembangkan à Integrated Development Plan(Rencana Pembangunan yang Menyeluruh) à Regional Integration (Penyatuan Regional) à dimana ini akan menanggulangi Legal Problem (Masalah Hukum) à yang mempentaruhi faktor Politics (Politik) Lokal à yang juga mempengaruhi faktor besar Environment (Lingkungan) yang berperan besar pada àberbagai Operation (Operasi) untuk menanggulangi à Threats (Ancaman) yang mengancam dan memperburuk kondisi àLocal Security and Stability (Keamanan dan Stabilitas Lokal).
Local Security and Stability (Keamanan dan Stabilitas Lokal) à Preparation Plan (Rencana Persiapan) à ini akan memberikan Input and Information (Masukan dan Informasi) ke à Political Agenda (Agenda Politik) sehingga dari sini akan muncul à paket pembaharuan berupa New Laws (Police under Governor + Autonomy on Province) (Hukum Hukum baru : UU Polisi dibawah Gubernur + UU Otonomi pada Propinsi) sebagai payung hukum perubahan dan dari sini dapat dikembangkan à Integrated Development Plan(Rencana Pembangunan yang Menyeluruh) à Regional Integration (Penyatuan Regional) à ini akan memperbaiki Economical Scale (Skala Ekonomi) yang tadinya kecil kecil menjadi gabungan wilayah kabupaten dalam sebuah Propinsi, yang punya skala ekonomi lebih baik à Ini akan memperbaiki Environment (Lingkungan) yang berperan besar pada àberbagai Operation (Operasi) untuk menanggulangi à Threats (Ancaman) yang mengancam dan memperburuk kondisi àLocal Security and Stability (Keamanan dan Stabilitas Lokal).
Local Security and Stability (Keamanan dan Stabilitas Lokal) àakan mempunyai sejumlah Preparation Plan (Rencana Persiapan) à Kemudian akan menghasilkan sejumlah Input and Information (Masukan dan Informasi) yang akan banyak bermanfaat pada à Political Agenda (Agenda Politik) yang sudah mempunyai Visi untuk solusinya à kemudian akan menghasilkan New Laws (Police under Governor + Autonomy on Province) (Hukum Hukum baru : UU Polisi dibawah Gubernur + UU Otonomi pada Propinsi) sebagai payung hukum perubahan dan dari sini dapat dikembangkan à sebuah Integrated Development Plan (Rencana Pembangunan yang Menyeluruh)  àsalah satunya adalah program Regional Integration (Penyatuan Regional) yang mempunyai program program àsalah satu program penting adalah Rationalization (Rasionalisasi) yaitu penyesuaian pegawai Pemda yang terlalu gemuk akibat pemekaran àlebih jauh bagian dari konsekuensi adalah munculnya program Golden Shakehand (Jabattangan Emas), yaitu program insentif dan pesangon besar untuk mengurangi pegawai negeri di daerah daerah ex pemekaran à ini akan memperbaiki HRD Capacity and Stock (Kapasitas dan Persediaan SDM) di daerah à yang merupakan Internal Constrain (Batasan Internal) yang menjadi penghambat didalam sistem pemerintahan desentralisasi à dimana ini mempengaruhi Operation (Operasi) à untuk memitigasi Threats (Ancaman) yang mengancam àpada kondisi Local Security and Stability (Keamanan dan Stabilitas Lokal).
Integrated Development Plan (Rencana Pembangunan yang Menyeluruh)  àsalah satunya adalah program Regional Integration (Penyatuan Regional) yang mempunyai program program àsalah satu programnya yang penting adalah Capacity Building (Pembangunan Kapasitas) à ini akan memperbaiki kualitas HRD Capacity and Stock (Kapasitas dan Persediaan SDM) di daerah à yang merupakan Internal Constrain (Batasan Internal) yang menjadi penghambat didalam sistem pemerintahan desentralisasi à dimana ini mempengaruhi Operation (Operasi) à untuk memitigasi Threats (Ancaman) yang mengancam àpada kondisi Local Security and Stability (Keamanan dan Stabilitas Lokal).
Sekarang Strategy (Strategi) yang lebih baik dapat dicapai à dengan membuat Desired Operation (Operasi yang diinginkan) à kemudian gap antara yang diinginkan dan yang bisa diberikan sekarang akan jauh lebih baik untuk melaksanakan Operation (karena berbagai faktor penghambat sudah diselesaikan dengan langkah holistik) à sehingga selain melaksanakan Operasi untuk menanggulangi Threats biasa, dapat juga melakukan operasi lain yaitu melibatkan masyarakat dalam Community Based Prevention Program (Program Pencegahan berbasis Komunitas) à yang akan memitigasi mulai dari bibit Potential Threats (Potensi Ancaman) sehingga akan berpengaruh pada à Local Security Stability (Stabilitas Keamanan Lokal) dan juga terwujud menjadi Threats (Ancaman).

  
Analisa Organisasi /Wadah dari Struktur Fungsi

Analisa Grafik Model Otonomi
Gambar analisis oleh Ir. Ade Muhammad, M.Han berdasarkan masukan ir. Hendarmin Ranadireksa
        Gambar 6 memperlihatkan model Otonomi yang dikenal didunia (Model Kesatuan dan Model Federasi) dan model otonomi Indonesia.
Bentuk Model Indonesia mengalami kerancuan pada prinsip Otonomi Daerah lainnya, karena mempunyai Sub Daerah yang juga Otonom. Bahkan punya kecenderungan tidak mematuhi hirarki dan bertentangan dengan Pemda Provinsi diatasnya.
Dalam Otonomi yang standar pada sistem Unitary / Kesatuan dan Federasi peran utama Provinsi adalah menentukan dan melola tata ruang dan peran Kota adalah melola manusia. Sementara di Indonesia peran nampaknya tidak dipahami dengan baik dan terjadi tumpang tindih peran dan aturan aturannya.
Dari sisi hukum, ada perbedaan pada Unitary dan Federasi. Dimana pada Unitary menganut Hukum Tunggal atau Hukum Nasional, yang berlaku disemua wilayahnya, baik Pusat maupun Daerahnya. Sementara pada sistem Federasi, menganut Hukum bertingkat, yaitu Hukum Nasional dan Hukum Daerahnya masing masing, namun dengan catatan harus selaras dengan Hukum Nasional dan sesuai dengan konstitusinya.
Sisi hukum pada Kesatuan a la model Indonesia menganut Federasi  namun berlebih dengan diperbolehkannya Sub Daerah mengeluarkan Hukumnya sendiri melalui Perda perda, yang tidak jarang bertentangan dengan Hukum Provinsi, Perda Nasional bahkan dengan Konstitusi. 
Sehingga pada Otonomi model Indonesia terjadi fenomena “Hyper Autonomy”.



Analisa Grafik Model KEPOLISIAN
Gambar analisis oleh Ir. Ade Muhammad, M.Han
Pada gambar 7 dapat dilihat Analisa grafik model Organisasi Kepolisian. Dengan menampilkan dua model umum Kepolisian yaitu Model Jepang (mewakili bentuk negara Unitary/Kesatuan) dan Model Amerika (mewakili bentuk negara Federasi).
Baik Model Jepang maupun Amerika benar benar menempatkan terpisah antara Wilayah Politik (Presiden dan Gubernur/Walikotanya) dengan Wilayah Hukum (dibawah Depdagri untuk model Jepang dan dibawah Pemda Propinsi/Negara Bagian atau Kota untuk model Federasi).
Sehingga dihindari kooptasi politik dalam operasional Kepolisian yang membutuhkan ketundukan pada Hukum, bukan Komando apalagi komando yang melanggar aturan dan hukum.
Sementara itu pada model Kepolisian di Indonesia, posisi Kepolisian masuk dalam Wilayah Politik, dengan ditandai Kapolri berada dibawah langsung Presiden dan setara dengan Menteri yang merupakan pejabat politik.
Dari struktur seperti ini dapat menimbulkan resiko kooptasi politik, terutama dari kepentingan politik Presiden.
Sehingga dari analisa ini dapat disimpulkan kedudukan Polri berada dalam posisi tertinggi didunia, yaitu berada dibawah Presiden langsung.


Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan akan menjawab pertanyaan awal yaitu
Pertanyaan no 1. Bagaimanakah strukturnya Penyebabnya?
-          Secara holistik dapat dilihat pada “Figure 4. Struktur Keamanan Pemekaran Otonomi Daerah”
o   Terdapat keterbatasan pada faktor Internal Constrain dan Environment
o   Pada Internal Constrain disebabkan oleh HRD Capacity and Stock
o   Pada Environment disebabkan oleh Economical Scale karena sebuah wilayah pemekaran merupakan penggalan dan pecahan dari sebuah wilayah yang lebih besar , sehingga punya potensi ekonomi menghidupi sendiri lebih kecil serta seringkali tidak cukup dan Politics
o   Pada Politics disebabkan oleh Stock Law Enforcer yang  tidak siap melayani wilayah baru dan terbatasnya anggaran pusat dan Law Problem yang tumpang tindih

-          Secara Model Pemerintahan Otonomi dapat dilihat pada “Figure 6. Analisa Grafik Model Otonomi”
o   Perbedaan dengan Model Otonomi secara empirik dan berhasil, Model Indonesia mempunyai Sub Daerah yang menjadi Wilayah Otonom.
o   Tidak singkron, dengan tumpang tindih hukum yang bertingkat tingkat, sehingga melebihi prinsip otonomi pada Federasi.
o   Terjadi Fenomena “Hyper Autonomy”.

-          Secara Model Kepolisian dapat dilihat pada “Figure 7. Analisa Grafik Model KEPOLISIAN”
o   Kepolisian Model lain secara empirik dan berhasil, menghindari Kepolisian berada dalam Wilayah Politik dan dimasukkan dalam Wilayah Hukum (berada di bawah Depdagri atau Pemda Provinsi atau Pemda Kota)
o   Kapolri masuk pada Wilayah Politik
o   Rentan terhadap pengaruh dan kooptasi Politik dari Presiden
o   Posisi Kepolisian tertinggi didunia.
Pertanyaan no 2. Bagaimana struktur Keamanan dalam Desentralisasi yang benar?
-          Secara holistik dapat dilihat pada “Figure 5. Struktur “Solusi Holistik”Keamanan Pemekaran Otonomi Daerah”
o   Diawali dengan Vision : 1. Otonomi pada Provinsi, 2. Polisi dibawah Gubernur.
o   Melahirkan 2 produk Hukum baru yaitu UU Otonomi pada Provinsi dan UU Polisi dibawah Gubernur. Dari sini muncul rangkaian sebab akibat yang akhirnya menanggulangi masalah masalah yang muncul (lihat Figure 5).

-          Rujukan solusi dapat dilihat pada Model Otonomi Unitary dan Federasi pada “Figure 6. Analisa Grafik Model Otonomi”
o   Intinya harus ditentukan salah satu dari dua model desentralisasi yang telah sukses secara empirik, Desentralisasi Model Unitary atau Model Federasi dengan segala norma dan konsekuensinya. Tidak lagi campuran atau keluar dari norma sistem yang terbukti secara empiris tersebut.

-          Rujukan solusi dapat dilihat pada Model Kepolisian Jepang atau Amerika pada “Figure 7. Analisa Grafik Model KEPOLISIAN”
o   Setelah dipilih model Desentralisasi, maka system Kepolisian tinggal menganut sesuai dengan model Desentralisasinya. Artinya, jika dipilih model Desentralisasi Unitary, maka model Kepolisian yang cocok adalah dibawah Departemen Dalam Negeri (Kepolisian Model Jepang) dan jika diambil model Federasi, maka model Kepolisian yang cocok adalah dibawah Gubernur dan atau Walikota.

Special Thanks
Sdri. Anggi Aulina







[1] http://padang-today.com/?mod=artikel&today=detil&id=78
[2] http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=85195:pilkada-masih-diramaikan-money-politik-&catid=165:pilkada-medan&Itemid=94
[3] Otda & Konflik Tata Ruang Publik - PUSHAM-UII - pusham.uii.ac.id/files.php?type=art&id=184&lang=id
[4] http://www.indosiar.com/fokus/23503/uu-no-22-jangan-jadi-pembenaran-pemekaran-wilayah, 
[5] http://news.suaramanado.com/berita/manado/dprd-sulut/2011/5/1433/otonomi-daerah-tergantung-keikhlasan-pemerintah-pusat, 
http://www.undp.or.id/pubs/docs/pemekaran_ID.pdf
[6] http://www.seknasfitra.org/index.php?option=com_content&view=article&id=358%3Amendagri-siap-pangkas-belanja-pegawai-daerah&catid=51%3Afitra-on-media&Itemid=86&lang=in 
http://budget-info.com/images/stories/lbi/Kinerja%20Pengelolaan%20Anggaran%20Daerah%202009.pdf
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2011/09/16/96518/Belanja-Daerah-Didominasi-Belanja-Pegawai
[7] http://www.batukar.info/komunitas/articles/mungkinkah-mengalihkan-otonomi-daerah-ke-provinsi 
Oleh Moh. Ilham A Hamudy (Pemerhati Pemerintahan)
[8] http://www.mediasmscenter.com/index.php?option=com_content&view=article&id=121:mayoritas-pilkada-terindikasi-politik-uang-&catid=1:info-pilkada&Itemid=66
[9] http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/Memerangi_Korupsi_dprd.pdf
[10] http://www.undp.or.id/pubs/docs/pemekaran_ID.pdf
[11] http://niasonline.net/2010/12/22/kapoldasu-sebaiknya-segera-bentuk-polres-baru-di-daerah-pemekaran/
[12] http://www.gunungmaskab.go.id/informasi/ucapan-dirgahayu-ke-8-kab-gunung-mas-dari-pemprov-kalteng.html
[13] http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/Memerangi_Korupsi_dprd.pdf
[14] http://www.undp.or.id/pubs/docs/pemekaran_ID.pdf
[15] http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Masalah2%20Hukum%20dlm%20Pelaksanaan%20Oonomi%20Daerah%20-%20prof-dr-Solly%20Lubis.pdf 
[16] http://www.untan.ac.id/?p=240

[1] Ranadireksa, Hendarmin, Arsitektur Konstitusi Demokratik, Fokus Media-2007
[2] KBBI, http://www.artikata.com/arti-325016-desentralisasi.html
[3] Learning Organization Peter Senge (1999)
[4] Dr. Ir. Muhammad Tasrif, M.Eng – Ir. Ade Muhammad, M.Han, Studi Pertahanan ITB, 2010 (Riset Thesis : Redesigning the structure of RI’s Defense System; an analysis of system thinking 2010)



[1] http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_countries_by_intentional_homicide_rate, Homicide statistics, Trends (2003-2008) UNODC
[2] http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=34&notab=1


[1] James Q. Wilson and George L. Kelling. "BROKEN WINDOWS: The police and neighborhood safety"
[2] http://www.unodc.org/pdf/youthnet/tools_violence_prevention_handbook.pdf
[3] Komunikasi pribadi Anggi Aulina, pakar sosialkriminal, UI, Jakarta 2011.




No comments:

Post a Comment