Thursday, March 10, 2016

ASEAN Economic Community Threats to Indonesia Defense Capability

ASEAN Economic Community  Threats to Indonesia Defense Capability
by David Raja Marpaung


ASEAN Free Trade Area (AFTA) is a form of agreement from the ASEAN countries to establish a zone free trade in order to improve the economic competitiveness of the region ASEAN to make ASEAN as a production base of the world and create markets regional for the 500 million inhabitants Impact Of the AFTA is a free market of Southeast Asia, known as the ASEAN Economic Community (AEC), which came into force in 2015. for Indonesia, the deal could be a double-edged sword. If treated and managed properly, product and labor Indonesia has the potential to dominate the Southeast Asian market. Conversely, if it is not ready to compete, Indonesia will become a market for other ASEAN member countries. Most people identify with the MEA with the economy, whereas the Southeast Asian regional cooperation is not just necessarily in the economic sector. But also social, cultural and security.
 Euphoria MEA with all the expectations of the expected sometimes forget we will be impacts that may occur, regardless of the threat of layoffs for workers who can not compete with foreign experts and technological developments that we await, increasingly weakening efforts to lower middle class, and the drain on resources power by foreign parties also raised another fear for Indonesia in the field of security that could threaten the country's defense. Non-traditional threats such as terrorism, human trafficking, drugs trafficking, piracy and environmental crime as being a 'scourge' for Indonesia given the Homeland rated defense is far from robust and internationally. In fact until now is Indonesia's defense does not have a world class navy. 

Second is rampant human trafficking in Southeast Asia. Human trafficking or trafficking coercive so that it is illegal to do by any country not only in ASEAN. Human trafficking in clear violation of human rights, especially a lot of cases found persecute perpetrators or victims inhumanly treat victims. MEA forcing us to survive by competing with the foreigners  even invited into the Homeland, if not most Indonesian workers or unemployed will feel more and more depressed and marginalized. They are less educated groups who do not know a lot about human rights. The solution became TKI / TKW felt able to lift themselves out of misery in Indonesia. Though to be a necessary requisite legal migrant workers are complex, language (English) is good to support their skills in order to get paid work as expected. But due to lack of human resources in the community, they decided to join the illegal migrants which actually can be very risky in the future. Though liver intention to boost the economy - the individual and the state, but it is not a few cases caused by illegal workers.

 The third is the Drugs Trafficking. The ASEAN region has The Golden Triangle (United Nations, 2004), known to the world. Existence is undoubtedly on peranya in the distribution of drugs in ASEAN. Sea Piracy is a fourth threat. Given Indonesia is positioned geographically and has the busiest trade lanes in the Malacca Strait will allow increasingly rampant piracy. Even Southeast Asia has a number of sea piracy world's highest at 182 cases mostly occurred in the Malacca Strait, Indonesia. Even believed to be pirates in the region is more cruel than Somali Pirates. If the threat is more often the case, the export-import will be hindered. This certainly affects the Indonesian economy which should be able to market their products abroad instead hindered by pirates who rob standby merchandise from Indonesia and also contrary to the flow of imports.

 The latter is a threat Environmental Degradation. Say issue of smoke from Indonesia's neighboring countries are being discussed at this writing. Widely circulated on social media hashtag as if attacking Indonesia from Malaysia and Singapore. Constructivist view this issue as a phenomenon descuritization smoke, the theory linking the issue of why it was not originally constructed environmental issues become a security issue. This is certainly not free from government interference that initially the problem of smoke just become environmental issues but are in a blow up into a political and security issues of a country. It is also an impediment cooperation of international political economy which should occur as expected, but there are other factors that make neighboring countries hesitant to cooperate with Indonesia because they still hold a grudge. They will think that there are still nine ASEAN countries can deal with the economy than Indonesia.

Ancaman MEA Bagi Pertahanan Indonesia

Ancaman MEA Bagi Pertahanan Indonesia
Oleh David Raja Marpaung

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya

Dampak Dari AFTA tersebut adalah Pasar bebas Asia Tenggara, dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang mulai berlaku pada 2015. Bagi Indonesia, kesepakatan itu bisa menjadi pedang bermata dua. Jika diolah dan dikelola dengan baik, produk dan tenaga kerja Indonesia berpotensi merajai pasar Asia Tenggara. Sebaliknya, jika tak siap berkompetisi, Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi negara anggota ASEAN lain.


Kebanyakan orang mengidentikkan MEA dengan ekonomi, padahal kerjasama regional Asia Tenggara ini tidak hanya serta-merta di bidang ekonomi saja. Melainkan juga sosial budaya dan keamanan. Euphoria MEA dengan segala ekspektasi yang diharapkan terkadang melupakan kita akan dampak-dampak yang mungkin terjadi, terlepas dari ancaman PHK bagi buruh yang tidak dapat bersaing dengan tenaga ahli asing dan perkembangan teknologi yang kita nantikan, semakin melemahnya usaha kelas menengah ke bawah, dan terkurasnya sumber daya oleh pihak asing juga menimbulkan ketakutan lain bagi Indonesia di bidang keamanan yang bisa mengancam pertahanan negara. Ancaman non-tradisional seperti terorisme, human trafficking, drugs trafficking, piracy, dan kejahatan lingkungan seolah menjadi ‘momok’ bagi Indonesia mengingat pertahanan NKRI dinilai masih jauh dari kata kuat dan bertaraf internasional. Kenyataanya sampai saat ini adalah Indonesia belum mempunyai pertahanan world class navy.
ncaman kedua adalah semakin maraknya human trafficking di kawasan Asia Tenggara. Human Trafficking atau perdagangan manusia bersifat pemaksaan sehingga hal ini ilegal dilakukan oleh negara manapun tidak hanya di ASEAN. Human trafficking jelas melanggar HAM, terlebih banyak sekali kasus yang ditemukan pelaku menganiaya korban atau memperlakukan korban secara tidak manusiawi. MEA memaksa kita untuk bisa bertahan dengan cara bersaing dengan pihak asing yang dipersilakkan – bahkan diundang masuk ke NKRI, apabila tidak kebanyakan buruh Indonesia atau pengangguran akan merasa makin tertekan dan tersingkirkan. Mereka adalah golongan kurang berpendidikan yang tidak tau banyak soal HAM. Solusinya menjadi TKI/TKW dirasa mampu mengangkat mereka dari kesengsaraan di Indonesia. Padahal untuk menjadi TKI legal diperlukan syarat yang kompleks, bahasa (Inggris) yang bagus untuk menunjang keterampilan mereka dalam bekerja agar mendapat upah sesuai harapan. Namun karena kurangnya SDM pada masyarakat, mereka memutuskan untuk bergabung menjadi TKI ilegal yang sebenarnya justru bisa sangat beresiko di kemudian hari. Padahal niat hati untuk mendongkrak ekonomi – individu maupun negara, namun justru tidak sedikit kasus yang ditimbulkan akibat TKI ilegal.
Yang ketiga adalah Drugs Trafficking. Kawasan ASEAN memiliki The Golden Triangle (United Nations , 2004) yang terkenal hingga penjuru dunia. Keberadaanya tidak diragukan lagi atas peranya dalam pengedaran obat terlarang di ASEAN.
Ancaman keempat adalah Sea Piracy. Mengingat Indonesia sangat strategis secara geografis dan memiliki jalur perdagangan paling ramai di Selat Malaka akan memungkinkan perompakan semakin marak terjadi. Bahkan Asia Tenggara memiliki angka sea piracy tertinggi di dunia yaitu 182 kasus yang kebanyakan terjadi di Selat Malaka, Indonesia. Bahkan diyakini perompak di kawasan ini lebih kejam dari Bajak Laut Somalia. Apabila ancaman ini semakin sering terjadi, maka ekspor-impor akan terhalang. Hal ini tentu mempengaruhi ekonomi Indonesia yang seharusnya bisa memasarkan produknya hingga luar negeri justru terhalang oleh para pembajak laut yang siaga merampok barang dagangan dari Indonesia dan juga sebaliknya untuk arus impor.
Ancaman terakhir adalah Environmental Degradation. Katakanlah isu asap dari Indonesia untuk negara tetangga yang sedang hangat dibicarakan saat tulisan ini dibuat. Banyak beredar hashtag di media sosial yang seolah-olah menyerang Indonesia dari Malaysia dan Singapura. Konstruktivis memandang isu asap ini sebagai fenomena descuritization, yaitu teori yang menghubungkan kenapa isu yang awalnya bukan masalah lingkungan dikonstruksikan menjadi isu keamanan. Tentu ini tidak lepas dari campur tangan pemerintah yang awalnya masalah asap hanya menjadi isu lingkungan tapi terlalu di-blow up menjadi isu keamanan dan politik suatu negara. Hal ini juga menjadi penghalang kerja sama ekonomi politik internasional yang harusnya terjadi sesuai ekspektasi tetapi terdapat faktor-faktor lain yang membuat negara tetangga ragu untuk menjalin kerja sama dengan Indonesia karena masih menyimpan dendam. Mereka akan berfikir bahwa masih ada sembilan negara ASEAN yang bisa diajak kerja sama ekonomi selain Indonesia.